Penyakit Gondongan Sering Disamakan Sakit Gondok

Penyakit gondongan sering disamakan dengan sakit gondok, padahal keduanya berbeda. Gondongen adalah penyakit menular akibat serangan paramyxovirus. Virus tersebut menyerang kelenjar ludah (parotis) yang terletak di leher bagian atas, antara telinga dan rahang.

Sedangkan penyakit gondok ditandai dengan pembengkakan kelenjar tiroid. Penyebabnya bisa autoimun.

”Kelenjar tiroid terletak di leher depan bagian tengah. Bagian itu pula yang mengalami pembengkakan,” kata dr Mukti Arja Berlian SpPD. Tentu itu sama sekali beda dengan gondongen. ”Jadi, pembengkakan tampak di leher samping, bukan di leher tengah seperti tiroid,” paparnya.

Penyakit Gondongan

Dilihat dari penyebabnya, menurut dr Mukti Arja Berlian SpPD, gondongen jelas terjadi karena infeksi virus. Penyebarannya melalui percikan ludah ketika penderita batuk, bersin, atau bicara. Bisa juga disebabkan bersentuhan langsung dengan benda-benda yang sudah terkontaminasi ludah penderita. Baca juga anak-anak rawan infeksi telinga.

Penyakit itu banyak dialami anak-anak usia 2–12 tahun. Juga, jarang terjadi pada anak yang berusia kurang dari dua tahun. ”Jika seseorang pernah gondongen, dia akan memiliki kekebalan seumur hidup,” tegas Kepala RSAU dr Soemitro, Surabaya, itu.

Sebagaimana serangan virus lain, gejala gondongen adalah demam, sakit kepala, nyeri otot, dan nyeri rahang, terutama ketika mengunyah. Mukti mengatakan, pembengkakan biasanya berlangsung tiga hari. Setelah itu, sedikit demi sedikit bengkak hilang.

Lain dengan gondok, yang bengkaknya tahan lama, bahkan cenderung bertambah besar. Namun, kondisi itu tanpa disertai nyeri ataupun demam. Bila termasuk hipertiroid, bisa diiringi irama jantung tak beraturan dan tremor.

”Meski termasuk self limiting disease, gondongen jangan diabaikan. Lebih baik berobat ke dokter. Sebab, ada bahaya komplikasi,” terang dokter yang berpangkat kapten kesehatan tersebut. Komplikasi parotitis adalah peradangan pada buah zakar (orchitis).

Mekanismenya, menurut Mukti, penyakit menyebar melalui aliran darah. ”Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis permanen hingga kemandulan,” paparnya.

Komplikasi lain adalah ensefalitis (radang otak) serta meningitis (radang selaput otak). Gejalanya, sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma, ataupun kejang. ”Sebanyak 5 hingga 10 persen komplikasi gondongen adalah meningitis,” ujar dokter yang menempuh pendidikan spesialis di FK Unair/RSUD dr Soetomo itu. Yang melegakan, parotitis pada anak biasanya tanpa komplikasi.

Bagaimana dengan penggunaan blawu (bahan berwarna biru untuk mencuci pakaian) pada pasien mumps? Mukti mengatakan, secara klinis penggunaan blawu tak berhubungan dengan gondongen. ”Jadi, bukan karena menggunakan blawu itu, lantas gondongen-nya sembuh,” terangnya.

Dia malah menyarankan kompres secara bergantian dengan panas dan dingin. Obat pereda nyeri, misalnya asetaminofen dan ibuprofen, bisa digunakan untuk mengatasi sakit kepala dan tidak enak badan. ”Konsumsi obat sebaiknya sepengetahuan dokter,” kata Mukti.

Pasien juga sebaiknya dikarantina, tidak pergi ke sekolah, ataupun keluar dari rumah. Juga, kontak dengan anggota keluarga lain. Peralatan makan minum si sakit hendaknya tidak dipakai oleh keluarga yang sehat. Begitu juga peralatan mandi, seperti handuk.

”Bukan tidak mungkin pemakaian bersama alat pribadi pasien akan menulari anggota keluarga lain. Apalagi, kelompok yang kekebalan tubuhnya tidak bagus,” ucapnya.
Yang jelas, penyakit itu bisa dicegah dengan imunisasi MMR. Itulah imunisasi dalam bentuk kombinasi pencegahan mumps, measles, dan rubela.

Tinggalkan komentar