Tradisi Khitanan Massal untuk Kesehatan

Ratusan anak berbaris berjajar di depan sebuah masjid. Mereka menggunakan pakaian sejenis, yakni baju koko putih, bersarung, dan mengenakan kopiah. Sebanyak 215 anak dari berbagai derah tersebut menunggu giliran untuk dikhitan dalam rangka khitanan masal.

“Kegiatan ini merupakan agenda tahunan. Sekarang sudah yang ke tujuh kita selenggarakan acara serupa,” kata sekretaris panitia.

Suasanan di luar memang tampak tenang. Sebab, sembari menunggu, panitia juga menggelar beberapa kegiatan hiburan untuk memeriahkan suasana. Seperti grup musik hadrah dan ceramah.

Tradisi Khitanan Massal

Namun, hal itu berbeda dengan suasana di dalam tempat dokter dan tenaga medis melakukan ’eksekusi.’ Suasana gaduh mendominasi ruangan berukuran sekitar 8 x 5 meter yang didisain dengan sepuluh bilik operasi tersebut.

Hampir seluruh anak yang sedang menjalani operasi sirkumsisi (khitan, red) menjerit dan menangis. Ada pula hanya meringis menahan rasa sakit. Beberapa yang lain mencoba menyembunyikan ekspresinya dengan menutup muka menggunakan kain sarung ataupun kopiahnya.

Tian anak didampingi orang tua atau sanak keluarga saat proses khitan berlangsung. Para pendamping berusaha menenangkan sang anak. Tenaga medis juga membantu mengalihkan perhatian pasien agar tak panik.

Tenaga medis yang ditugaskan dalam acara tersebut Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII). ”Kami memang bekerjasama dengan FK UII. Kebetulan mereka juga merayakan milad pada bulan ini,” lanjut Asix.

Sementara itu, dr Isnatin Miladiyah MKes, dekan FK UII menerangkan, kerjasama dengan takmir Masjid Diponegoro merupakan kali pertama dilakukan. Namun, untuk urusan khitan masal, pihaknya cukup sering berpartisipasi.

Ia menambahkan, kegiatan tersebut merupakan bentuk pengabdian masyarakat civitas akademika FK UII. Secara keseluruhan, ada 15 dokter dan sekitar 60 perawat yang diterjunkan.

”Yang kita tugaskan di sini ada dokter dan ko-as (koordinator asisten, Red) yang sudah memasuki tahap akhir studinya. Mereka juga telah kami beri pelatihan beberapa bulan lalu berkaitan dengan penanganan sirkumsisi ini,” terang Isnatin.

Ia menambahakan, beberapa pasien yang memiliki kelainan di tempatkan di ruangan lain. Mereka diberi penanganan oleh ahlinya berdasarkan kelainan yang dialami.

”Misalnya yang terlalu kecil, kemudian yang lubangnya tidak pada tempatnya, kemungkinan adanya pendarahan,” urai perempuan berjilbab itu.

Di bagian lain, Rando Danu S, salah satu calon pengantin sunat mengatakan, ia tidak merasa takut menjalani sunah rasul itu. Ia mengaku mengikuti khitan masal itu atas kehendak sendiri.

”Memang saya yang minta. Soalnya, teman-teman saya sudah disunat semua,” pungkas warga Lempuyangan Yogyakarta itu.

Tinggalkan komentar